Label

Sabtu, 23 September 2017

Sahabat Terbaikku



Namaku Fitria Annisa, namun biasa dipanggil Ica. Saat ini aku duduk di bangku perkuliahan pada semester 3 di Politeknik Negeri Jakarta. Aku memiliki seorang sahabat terbaik, ia bernama Linda Puspita. Linda mempunyai hati yang sangat baik. Ia sering membantuku memahami mata kuliah statistik karena ia sangat menyukai hitungan. Tak jarang ibuku mengundangnya ke rumah untuk makan siang bersama sepulang dari kampus. Rumah Linda tidak jauh dari rumahku. Kami tinggal dalam satu wilayah perumahan, hanya beda komplek saja sehingga kamipun sering berangkat kampus bersama naik sepeda. Ibu Linda sudah meninggal dunia setahun yang lalu. Sekarang ia tinggal bersama ayahnya yang seorang pekerja keras. Ayah Linda selalu pulang jam 10 malam setiap hari nya. Ayah Linda adalah seorang pengusaha sukses di bidang properti dan furniture. Keseharian Linda ditemani oleh asisten rumah tangga. Oleh karena itu, Linda sering bermain dan belajar bersama di rumahku hingga sore hari. Meskipun ia tampak ceria, namun aku sering melihat wajahnya yang tiba-tiba sedih ketika melihat ibuku. Mungkin, ia teringat dengan ibunya.
Suatu hari, Linda sakit demam selama seminggu sehingga ia tidak bisa datang ke kampus. Linda tertinggal banyak mata kuliah, terutama mata kuliah bahasa Inggris yang mana Linda sering merasa kesulitan. Aku mencatat dengan rajin semua bahan mata kuliah yang diperlukan Linda untuk belajar, lalu aku fotokopi. Setiap hari aku menengoknya bersama Ibu, aku khawatir sakit Linda bertambah parah. Aku juga melihat ayah Linda yang tidak pergi bekerja untuk menjaga Linda. Ayah Linda tampak sedih dan menyesal sudah sering meninggalkan Linda dan kurang memberikan perhatian. Begitulah cerita yang kudapat dari ibu setelah beberapa lama mengobrol dengan Ayah Linda.
Keesokan harinya, aku melihat Linda sudah datang ke kampus. Ternyata Linda sudah membaik kesehatannya. Aku senang ia sudah kembali sehat karena kami bisa kembali belajar bersama. Linda bercerita kepadaku bahwa ayahnya tidak akan lagi pulang malam hari dan akan mengantarnya kampus setiap hari, juga akan meluangkan waktu bermain bersamanya di akhir pekan. Aku semakin senang mendengar ceritanya.

Linda selalu memukau di mataku. Meskipun ia sedang sakit, ia selalu tampil maksimal saat presentasi kelompok di kelas. Sepertinya ia memang terlahir untuk menjadi sosok yang cerdas. Sosok Linda yang kuat dan cerdas menginspirasiku untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Aku sangat senang bisa memiliki sahabat seperti Linda yang bisa membuatku termotivasi dalam belajar, juga dalam menghadapi kehidupan.

Seminggu menjelang ujian akhir semester, ayah Linda menelepon ibuku. Ia mengabarkan bahwa Linda masuk rumah sakit. Aku panik juga sedih mendengarnya. Sepulang dari kampus aku dan ibu menjenguk Linda. Dokter mengatakan bahwa Linda jatuh dari tangga dan kepalanya terbentur. Linda harus dioperasi ke Singapura untuk mendapatkan penanganan yang terbaik. Ayah Linda sedang mengurus semua berkas dan urusan ke berangkatan mereka ke Singapura. Aku semakin sedih, namun aku hanya bisa mendoakan semoga tidak terjadi apa-apa dengan Linda. Keesokannya Linda dan Ayahnya berangkat ke Singapura. Saat itu Linda belum sadarkan diri juga.

Ujian akhir semesterpun berlalu. Aku ingat biasanya menjelang ujian semester, aku dan Linda belajar bersama di kampus bersama temen- teman sekelompok dan Linda selalu menjadi inisiator belajar di kelompok itu. Tapi semester ini berbeda, tidak ada belajar kelompok dan aku belajar sendiri di rumah. Aku berusaha keras untuk membuktikan pada Linda bahwa aku bisa mendapatkan nilai statistik yang bagus. Aku harap ketika dia sudah sembuh, dia akan senang mendengarnya.
Dua minggu kemudian, ketika pembagian marksheet, aku melihat ayah Linda datang ke kampus menemui dosen pembimbing akademikku. Dengan mata berkaca-kaca, ayah Linda membicarakan sesuatu yang serius dengan dosen tersebut. Aku hanya memandangnya dari kejauhan dan kuajak ibu menghampiri ayah Linda. Jantungku berdegup kencang. Aku bertanya-tanya apakah ada yang terjadi dengan Linda. Dengan tidak sabar, aku bertanya pada ayah Linda tentang keadaan sahabatku itu. Ayah Linda mengatakan bahwa Linda sudah ada di rumah. Hanya itu yang dikatakannya, namun hatiku belum tenang. Aku jadi ingin segera pulang dan bertemu Linda karena sudah sebulan kami tidak bertemu. Akhirnya aku pergi ke rumah Linda bersama ibu dan ayah Linda menggunakan mobil. Sepanjang perjalanan, ayah Linda tidak banyak bicara dan seringkali mengangkat telponnya yang berdering.
Sesampainya di rumah Linda, aku melihat ramai orang-orang duduk di kursi yang sudah di sediakan di luar rumah. Aku bingung bukan main. Ada acara apa di rumah Linda sebenarnya. Aku dan ibu berpandang-pandangan, sama herannya perasaan kami. Kemudian begitu aku masuk ke rumah nya, seorang gadis berambut pendek mengejutkan ku dengan tawanya. Aku tidak mengenalinya karena rambutnya pendek dan mengenakan gaun berwarna putih. Ah ternyata itu Linda dan hari itu adalah hari penikahan ayah Linda dengan seorang perawat yang selama sebulan ini merawat Linda di Singapura. Jantungku rasanya mau copot. Aku sudah berpikir yang tidak-tidak tentang kondisi Linda. Aku sangat bahagia Linda sudah sembuh dan kini ia akan memiliki ibu lagi. Sahabat terbaikku Linda Puspita, tetaplah bersamaku menjadi sahabatku selamanya.

4 komentar:

Perpanjangan Penutupan Bandara Ngurah Rai

Perpanjangan penutupan operasi penerbangan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai di Bali selama 24 jam ke depan hingga Rabu (29/11...